Impian Membangun Rumah yang Mengayomi Alam

idola baru Indonesia :p

Saat ini, di Indonesia, ada fenomena baru di dunia layar kaca yang sanggup mengalahkan kecintaan sebagian warga pada sinetron buatan dalam negeri: serial Mahabarata. Bukan hanya karena kisah sepak terjang Pandawa melawan Kurawa yang lekat dengan budaya masyarakat kita, karena tersebarnya legenda asli India ini melalui wayang kreasi Wali Songo. Kegantengan aktor-aktor yang bermain di dalamnya—terutama Krishna—mampu mencuri hati dan memikat penonton TV yang kebanyakan ibu-ibu. Namun, meski saya tidak terlalu menggemari versi serial yang tayang di TV sekarang, saya amat menyukai legenda ini, terutama tokoh Drupadi, permaisuri Pandawa.

Palace of Illusion atau Istana Khayalan merupakan novel karya Chitra Banerjee Divakaruni yang menurut saya dengan sangat baik menceritakan ulang epos Mahabarata dari sudut pandang seorang tokoh wanita sentral, yakni Drupadi. Salah satu bagian yang membuat saya terkesan saat membaca novel itu adalah paparan tentang bagaimana Drupadi dan Pandawa merancang istana Hastanipura yang amat mereka cintai—meski akhirnya jatuh juga ke tangan Kurawa karena kecurangan Sengkuni di meja dadu.

Setting Hastinapura di layar kaca. Mewah dan megah, bukan?

Istana Khayalan yang mereka rancang sungguh indah dan bergelimang keajaiban—dan yang terpenting, mencerminkan jati diri mereka. Drupadi, misalnya, merancang adanya air dan taman yang indah di mana-mana, karena ia tumbuh besar di istana berlingkungan gersang. Ada juga Arjuna yang menginginkan menara tinggi menjulang yang melambangkan kebesaran Pandawa. Lain halnya Bhima yang menginginkan tungku-tungku ajaib berkapasitas luar biasa untuk memenuhi hobi memasaknya.

Nah, meski saya tidak menginginkan rumah sebombastis itu—untuk apa juga toh ya?—tapi saya juga punya gambaran yang ideal dari sebuah rumah. Ada pepatah yang berkata, Home is where the love is. Saya sepakat dengan itu, meski saya pun ingin menambahkan bahwa rumah harus menggambarkan siapa diri kita. Apa yang kita sukai, apa yang kita anggap penting dalam hidup, mimpi-mimpi kita, gaya hidup kita, kerinduan kita yang terdalam, semua akan tecermin di sana. Untuk apa kita punya rumah yang modern dan serba berteknologi tinggi, padahal sejatinya kita pribadi yang sederhana?Continue reading “Impian Membangun Rumah yang Mengayomi Alam”

Terjemahanku di National Geographic Traveler Agustus 2014

10561838_758180847553991_2132036478401144622_n

Beberapa bulan ini jadwal menerjemahkan saya sepadat arus mudik. Alhasil, rencana menulis artikel untuk blog, termasuk kisah menerjemahkan artikel-artikel untuk National Geographic Traveler Indonesia, pun tersendat-sendat. Jadi, sekarang saya langsung saja mengulas beberapa artikel yang saya terjemahkan untuk NGT edisi Agustus, ya. Ulasan dua edisi sebelumnya menunggu lain kesempatan saja. 🙂

Baiklah, dalam edisi ini ada dua artikel fitur yang saya terjemahkan dan bagi saya menarik karena yang satu dilatarbelakangi oleh memoar sastrawi dan yang lainnya dibingkai oleh kisah revolusi Meksiko.Continue reading “Terjemahanku di National Geographic Traveler Agustus 2014”

Olliebollen Vegan (Tanpa Telur, Tanpa Gluten, Tetap Empuk)

C360_2014-08-07-08-05-41-945

Berhubung berat badan kayaknya naik gara-gara jadi cookie monster di rumah mertua pas lebaran kemarin, sekarang jadi kepingin nyobain resep-resep kue sehat. Sehat yang bagaimana? Ya, tanpa gluten dan tanpa telur, biar gak bikin gemuk dan gak bikin jerawatan. Apalagi, sebagai penyandang golongan darah O, akan lebih sehat jika saya menghindari gluten yang banyak ditemui pada tepung terigu dan aneka produk gandum.

Karena itu, saya senang banget saat menemukan aneka resep kue vegan yang rencananya akan saya praktikkan satu demi satu 🙂

Nah, di kesempatan ini, resep yang saya jajal adalah Olliebollen Vegan, dinukil dari http://www.tanpagluten.com. Oya, di situs web aslinya resep ini dijuduli Poffertjes Vegan, tapi saat saya posting gambarnya di Facebook, ada seorang rekan yang berkomentar bahwa ini bukan poffertjes melainkan olliebollen. Jadi, namanya saya ganti di sini menjadi Olliebollen Vegan.Continue reading “Olliebollen Vegan (Tanpa Telur, Tanpa Gluten, Tetap Empuk)”

SUN INDONESIA: Merintis Usaha Digital Printing Kian Mudah dan Murah

PCR12_00000010G153_0105087_W1_SQ
credit: http://www.personalcreations.com

Seorang rekan yang berkecimpung di usaha digital printing pernah berkata pada saya, “Bisnis ini (digital printing) gak ada matinya!”

“Kenapa?” tanya saya saat itu, agak penasaran lantaran jenis usaha ini sudah menjamur di mana-mana.

“Masyarakat kita ini pada dasarnya visual, senang dengan apa yang tampak di depan mata. Dan, masyarakat kita juga tingkat narsisnya tinggi. Mug polos, jam polos, pin polos yang dikasih foto sama pernik-pernik lucu pasti laku dijual!”

Saya baru mengamini kebenaran kata-katanya saat perusahaan (mantan) tempat saya bekerja membuka lini baru, yaitu gerai customized merchandise di toko buku suatu mall besar di Surabaya. Berhubung karyawan tetap untuk menjagai stan tersebut belum ada, kami (termasuk saya yang aslinya editor buku) pun ikut bergiliran menjaga. Dari pengalaman itulah, saya belajar bahwa animo pengunjung pada pernak-pernik yang bisa dipersonalized atau diberi sentuhan pribadi amatlah tinggi.Continue reading “SUN INDONESIA: Merintis Usaha Digital Printing Kian Mudah dan Murah”

Menerjemahkan The Icarus Deception Karya Seth Godin (2014)

icarus-01

 Judul: The Icarus Deception | Penulis: Seth Godin | Penerjemah: Selviya Hanna |
Penerbit: MIC Publishing | Terbit: Juni 2014 

Sejak dulu, saya selalu suka buku-buku Seth Godin karena cara berpikirnya yang unik, inspiratif, dan di luar kotak. Karena itu, ketika ada kesempatan menerjemahkan buku terbarunya, The Icarus Deception, tanpa pikir panjang langsung saya ambil 🙂

Mungkin ada yang bertanya, mengapa dinamai Icarus Deception atau Tipu Daya Icarus? Seth Godin melandasi buku ini dengan kisah mitologi Yunani yang cukup terkenal, yaitu Icarus dan ayahnya, Daedalus. Daedalus seorang perajin kawakan yang dijebloskan ke penjara setelah merusak karya Raja Minos. Ayah-anak ini pun menyusun rencana kabur yang brilian. Daedalus membuat sepasang sayap dan melekatkannya dengan lilin. Ia memperingatkan putranya, Icarus, supaya tidak terbang terlalu dekat dengan matahari. Namun, saking bersemangatnya karena bisa terbang, Icarus melanggar peringatan ayahnya dan terbang terlalu tinggi. Alhasil, lilin yang merekatkan sayapnya meleleh dan Icarus jatuh menukik ke dalam laut, tewas ditelan ombak. Pesan moralnya: jangan menentang raja. Jangan menentang ayahmu. Jangan berani-berani membayangkan dirimu lebih baik dari yang seharusnya.Continue reading “Menerjemahkan The Icarus Deception Karya Seth Godin (2014)”

Meresensi Buku untuk Media Massa (dan Dapat Buku Gratis dari Penerbit)

source: http://www.shelterness.com

Bayangkan rak-rak buku dari kayu bernuansa rustik menjulang dari dasar lantai ke langit-langit, menutupi sisi-sisi ruang tamu ataupun ruang kerja di rumah. Dan ada ambalan-ambalan sederhana yang tersebar di kamar mandi, beranda belakang, bahkan dapur; di atasnya, tertata rapi buku teman bersantai ataupun berkarya. Itulah gambaran saya akan rumah yang sempurna. Kira-kira seperti gambar di atas.

Tapi, koleksinya harus bejibun dulu, betul?

Tapi, tapi, harga buku sekarang mahal sekali. Apalagi buku terjemahan. Seorang teman penerjemah bahkan pernah membahas sebab-musabab melangitnya harga buku di sini dan di situ.

Karena itu, di awal tahun 2014 ini, saya memutuskan untuk belajar jadi resensor di media. Motivasinya: biar dapat buku gratis dari penerbit. Dan, kalau dapat honor pemuatan, bisa dipakai untuk beli buku lagi. Selain itu, kalau buku yang diresensi punya eksposur bagus di masyarakat gara-gara dimuat di media massa, yang mendulang manfaat juga penulis dan penerbitnya, kan?Continue reading “Meresensi Buku untuk Media Massa (dan Dapat Buku Gratis dari Penerbit)”

Enam Kebiasaan Harian Seorang Seniman

source: 1.bp.blogspot.com

Duduklah sendirian; duduklah dalam diam.

Pelajari sesuatu yang baru, meski tanpa manfaat praktis yang nyata.

Mintalah masukan yang terus terang dari orang per orang; abaikan masukan massa.

Sediakan waktu untuk menyemangati seniman lainnya.

Jadilah pengajar, dengan tujuan membuat perubahan.

Jual sesuatu yang Anda ciptakan.

(Dikutip dari The Icarus Deception karya Seth Godin, buku terjemahan saya yang tak lama lagi akan terbit) 🙂

Menerjemahkan Esai Foto (Indonesia-Inggris), Tembus The Invisible Photographer Asia

2014-05-05-06-31-01
dicapture dari invisiblephotographer.asia. copyright by Adzwari Ridzki

“Ada rekomendasi, nggak, untuk translator Indonesia-Inggris?” tanya seorang teman lama via Line. “Untuk artikel kebudayaan yang agak nyastra. Atau kalau kamu mau ambil ya gapapa, Hanna.”

Namanya kesempatan yang mengasah kemampuan dan menolong naik level, pasti saya sambut dengan tangan terbuka, dong. Apalagi topiknya pun saya minati: ritual pemakaman di Toraja. Pokoknya, proyek berbau-bau budaya, sejarah, lingkungan, pariwisata, humaniora—tidak mungkin saya tolak *kode*. Ditambah ada kerinduan untuk mulai menggarap terjemahan Indonesia ke Inggris, karena selama beberapa tahun ini saya 99% mengalihbahasakan teks Inggris ke Indonesia. Sampai bahasa Inggris saya rasanya sudah mulai berkarat. Memang, kalau menerjemahkan materi setebal buku, saya belum berani. Namun, kalau diajak menerjemahkan artikel atau website, dan tenggat waktunya bersahabat, hayuk, come to mama 😀Continue reading “Menerjemahkan Esai Foto (Indonesia-Inggris), Tembus The Invisible Photographer Asia”

Terjemahanku di National Geographic Traveler Mei 2014

10247467_714413858597357_927395043379504615_n

Jikalau di edisi National Geographic Traveler (NGT) sebelumnya saya didaulat menerjemahkan artikel tentang Surga yang Hilang di China, dengan kentalnya nuansa eksotisme dan mistik di kawasan Yunnan yang bergunung-gunung, di edisi NGT Mei 2014 saya “berjalan-jalan” ke kota yang lebih modern dan futuristik.

Kopenhagen, Denmark. Negeri yang lekat dengan kenangan masa kecil saya yang diwarnai dongeng-dongeng karangan Hans Christian Andersen. Lahir di Odense, Denmark dan tutup usia di Kopenhagen, dari tangannya mewujud cerita-cerita nan membekas. Sebut saja Gadis Penjual Korek Api, Ratu Salju, Thumbelina, Itik Buruk Rupa, dan Putri Duyung, yang patung-patungnya banyak menghiasi sudut kota Kopenhagen.Continue reading “Terjemahanku di National Geographic Traveler Mei 2014”

Pizza Bayam Keju Ramah Deadline

C360_2014-05-04-11-41-53-466

Baca judulnya saja mungkin sudah bertanya-tanya, apa yang dimaksud dengan “ramah deadline”?

Sederhana, ini resep pizza yang pembuatannya tidak makan waktu lama dan tidak “buang-buang” tenaga karena pizza spesial ini tidak perlu diuleni. Tahu sendiri, kan, susahnya ulen-mengulen itu bagi newbie di dapur seperti saya. Dulu saya pernah nekad menguleni adonan roti kentang, dan butuh jam-jaman baru adonannya kalis. Meskipun hasilnya bisa dibilang gemilang dan suami rekues lagi, saya ogah memenuhi keinginannya karena gak kuat bok, keringat rasanya membanjir dari semua pori-pori. *Membayangkannya saja malas*

Akan tetapi, saat menerjemahkan artikel tentang Italia beberapa hari lalu, saya jadi kepingin bikin pizza (padahal di artikel sama sekali tidak disinggung tentang pizza, lho!). Sekitar bulan lalu saya pernah bikin pizza jagung manis dan tomat yang sausnya bikin sendiri *bangga*. Tapi, base rotinya beli yang instan di Superindo :p Namanya beli instan ya, pasti kurang memenuhi harapan. Rotinya kelewat garing dan menjurus keras hingga susah digigit. Untung saus dan toppingnya sedap 🙂

Nah, ujung-ujungnya berselancar di Google sambil bertanya-tanya, ada gak ya resep pizza yang rotinya tidak perlu diuleni? Oh, ternyata ada, saudara-saudara, banyak pula!Continue reading “Pizza Bayam Keju Ramah Deadline”